Profil Desa Burat

Ketahui informasi secara rinci Desa Burat mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Burat

Tentang Kami

Desa Burat di Kepil, Wonosobo, dikenal sebagai sentra kerajinan anyaman bambu yang produktif, menghasilkan besek dan tampah yang dipasarkan ke berbagai daerah. Ekonomi desa ini ditopang oleh dualisme kekuatan: industri kreatif bambu dan agribisnis Salak P

  • Pusat Industri Kerajinan Bambu

    Burat merupakan jantung produksi anyaman bambu di Kecamatan Kepil, di mana keterampilan menganyam besek, tampah, dan cething menjadi keahlian turun-temurun dan penggerak ekonomi utama.

  • Ekonomi Berbasis Sektor Ganda

    Kekuatan ekonomi desa tidak hanya bertumpu pada kerajinan bambu, tetapi juga didukung oleh sektor agribisnis yang kuat, khususnya budidaya Salak Pondoh yang subur.

  • Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

    Industri kerajinan bambu secara signifikan digerakkan oleh para perempuan dan ibu rumah tangga, menjadikan mereka pilar penting dalam menopang pendapatan keluarga dan ekonomi desa.

XM Broker

Desa Burat, sebuah permukiman yang hidup di Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, adalah cerminan dari ketekunan dan kreativitas. Di desa ini, suara bilah-bilah bambu yang dianyam menjadi alunan musik ekonomi sehari-hari, menjadikannya sebagai sentra kerajinan bambu yang vital di kawasan tersebut. Keahlian turun-temurun dalam menciptakan besek, tampah dan berbagai produk anyaman lainnya berjalan beriringan dengan suburnya kebun-kebun Salak Pondoh. Kombinasi unik antara industri kreatif berbasis tradisi dan kekuatan agribisnis inilah yang membentuk karakter Desa Burat sebagai komunitas yang tangguh, produktif, dan berdaya.

Geografi dan Demografi Desa Burat

Secara geografis, Desa Burat terletak pada bentang alam yang subur di Kecamatan Kepil, sebuah kondisi yang sangat mendukung bagi dua pilar utama ekonominya: bambu dan salak. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi "Kecamatan Kepil Dalam Angka 2023", Desa Burat memiliki luas wilayah sebesar 2,21 km² atau setara dengan 221 hektare. Lahan ini terbagi menjadi area permukiman, persawahan, dan perkebunan yang didominasi oleh tanaman salak.Adapun batas-batas wilayah administratif Desa Burat meliputi:

  • Berbatasan dengan Desa Gadingsukuh

  • Berbatasan dengan Desa Gondowulan

  • Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sapuran

  • Berbatasan dengan Desa Beran

Pada akhir tahun 2022, BPS mencatat jumlah penduduk Desa Burat sebanyak 2.900 jiwa. Dengan luas wilayah tersebut, desa ini memiliki tingkat kepadatan penduduk sekitar 1.312 jiwa per kilometer persegi. Secara administratif, pemerintahan desa membawahi 4 dusun, di mana di setiap sudutnya dapat ditemukan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan bambu dan pertanian, menunjukkan betapa meratanya denyut perekonomian di seluruh wilayah desa.

Jantung Kerajinan Bambu: Seni Anyam Penopang Kehidupan

Keistimewaan utama Desa Burat yang membedakannya dari desa-desa lain di sekitarnya ialah industri kerajinan anyaman bambu. Hampir di setiap rumah, terutama di kalangan ibu-ibu, dapat dijumpai aktivitas menganyam bambu. Keterampilan ini bukanlah sesuatu yang dipelajari dari pelatihan formal, melainkan warisan pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Produk utama yang dihasilkan meliputi besek (wadah makanan berbentuk kotak), tampah (nampan besar untuk menampi beras), dan cething (bakul nasi).Produk-produk ini memiliki nilai fungsional yang tinggi dan permintaan pasarnya tetap stabil, terutama untuk kebutuhan hajatan, pengemasan makanan tradisional, dan ritual adat. Rantai pasok kerajinan ini sudah sangat terorganisir. Para perajin menjual hasil karyanya kepada pengepul lokal yang kemudian mendistribusikannya ke berbagai pasar di luar Wonosobo, seperti Temanggung, Magelang, Purworejo, hingga kota-kota besar seperti Jakarta.Industri ini menjadi tulang punggung ekonomi bagi banyak keluarga. Menurut salah satu perangkat desa, kegiatan menganyam ini memberikan sumber pendapatan harian yang krusial. Saat harga komoditas pertanian seperti salak sedang tidak menentu, penghasilan dari kerajinan bambu menjadi jaring pengaman ekonomi yang sangat diandalkan. Lebih dari itu, industri ini merupakan wujud nyata pemberdayaan perempuan, di mana para ibu rumah tangga dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan keluarga tanpa harus meninggalkan rumah.

Tantangan dan Peluang di Industri Bambu

Di balik produktivitasnya yang tinggi, para perajin bambu di Desa Burat menghadapi tantangan yang tidak ringan. Salah satu isu utama ialah posisi tawar yang lemah di hadapan para tengkulak atau pedagang perantara. Harga jual produk di tingkat perajin sering kali masih rendah dan tidak sebanding dengan tingkat kerumitan dan waktu yang dihabiskan untuk membuatnya. Ketergantungan pada tengkulak juga membatasi akses perajin ke pasar yang lebih luas dan menguntungkan.Kondisi ini membuka peluang besar untuk inovasi dan pengembangan. Pembentukan sebuah koperasi perajin, misalnya, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan posisi tawar secara kolektif. Melalui koperasi, para perajin dapat mengelola penjualan bersama, mencari pasar baru, dan menetapkan standar harga yang lebih adil. Selain itu, pengembangan produk juga menjadi kunci. Diversifikasi desain dan fungsi produk anyaman, dari yang semula hanya fungsional menjadi produk yang memiliki nilai estetika lebih tinggi (misalnya untuk dekorasi interior atau suvenir), dapat membuka segmen pasar baru.Lebih jauh lagi, Desa Burat memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata edukasi atau wisata kriya. Konsep "Kampung Bambu" di mana pengunjung dapat melihat langsung proses pembuatan kerajinan, belajar menganyam dari para ahlinya, dan membeli produk langsung dari perajin, merupakan sebuah model pariwisata berbasis komunitas yang dapat memberikan nilai tambah ekonomi secara signifikan.

Menopang dari Kebun: Kekuatan Agribisnis Salak Pondoh

Selain dikenal sebagai desa perajin, Burat juga merupakan wilayah agraris yang subur dengan Salak Pondoh sebagai komoditas andalannya. Perkebunan salak yang luas menjadi penopang ekonomi kedua setelah industri bambu. Sebagian besar warga, terutama kaum laki-laki, bekerja sebagai petani salak.Aktivitas pertanian salak ini menciptakan lapangan kerja mulai dari proses penanaman, perawatan, penyerbukan, hingga panen. Sama seperti desa tetangganya, hasil panen salak dari Burat dipasarkan melalui jaringan pengepul yang kemudian membawanya ke pasar-pasar regional. Sinergi antara ekonomi kerajinan yang digerakkan perempuan dan ekonomi pertanian yang digerakkan laki-laki menciptakan model ketahanan ekonomi keluarga yang unik dan kuat di Desa Burat. Ketika salah satu sektor mengalami kelesuan, sektor lainnya dapat menjadi penopang.

Pembangunan Desa dan Harapan Masa Depan

Pemerintah Desa Burat terus berupaya mendukung kedua pilar ekonomi utamanya. Pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan akses jalan, menjadi vital untuk memperlancar distribusi hasil kerajinan dan pertanian. Selain itu, program-program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan warga juga menjadi fokus perhatian.Ke depan, Desa Burat memiliki cetak biru yang jelas untuk menjadi desa yang lebih maju. Dengan memperkuat branding "Kampung Kerajinan Bambu", meningkatkan kapasitas tawar perajin, serta terus menjaga produktivitas sektor pertanian, desa ini berada di jalur yang tepat. Mengintegrasikan potensi kerajinan dengan konsep pariwisata berkelanjutan akan menjadi langkah transformatif berikutnya, mengubah Desa Burat dari sekadar desa produsen menjadi destinasi yang menawarkan pengalaman budaya dan ekonomi yang otentik.